Hafal Al-Qur'an Sejak Dini, Baikkah?
Dalam
beberapa tahun terakhir ini, ada banyak channel televisi komersial
yang menyelenggarakan kompetisi hafidzh cilik di tingkat nasional.
Dimana anak-anak yang masih berumur 3 sampai 7 tahun entah pria
ataupun perempuan unjuk gigi atas ‘kemampuannya’ pada saat
menghafal ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ada yang bisa hafal 1 sampai 5
juz saja, namun ada pula yang telah hafal 30 juz dengan lancar
walaupun belum tentu anak tersebut sudah dapat membaca kalam Allah.
Tentu saja orangtua manapun yang melahirkan serta membesarkan anak
dengan ‘keajaiban’ tersebut dapat merasa bangga serta sangat
bersyukur. Tidak lupa juga masyarakat umum tentunya akan kagum dan
berharap mempunyai anak yang demikian.
Siapa
pula yang tidak menginginkannya, mengingat sudah banyak sekali
kemuliaan yang diberikan Allah untuk para penghafal qur’an. Salah
satu diantaranya yaitu penghafal qur’an akan menjadi syafa’at
(penolong) untuk 10 anggota keluarganya serta orangtua dari penghafal
qur’an tersebut akan dikenakan jubah kemuliaan saat sudah di syurga
kelak (Hadist Riwayat Hakim). Sehingga dalam beberapa tahun terakhir,
sudah muncul berbagai macam pesantren ataupun lembaga yang ‘memburu’
anak-anak usia dini untuk dijadikan penghafal qur’an. Para orangtua
juga sangat antusias mengusahakan putra/putrinya untuk menghafal.
Secara kasat mata, fenomena ini tampak sangat positif dan
berorientasi pada kebaikan. Akan tetapi, yang demikian itu pantas kah
untuk anak dengan usia dini?
Apabila
dipikirkan kembali, anak dengan usia dini dengan segala kepolosannya
masih belum dapat mengerti benar hakikat agama, yaitu untuk apa kita
memiliki agama, mengapa agama itu sangat beragam, mengapa perlu
beribadah, serta termasuk mengapa Al-Qur’an dihafalkan. Dalam teori
perkembangan, anak dengan usia dini belum mempunyai keyakinan agama
yang berarti walaupun ia memperlihatkan minat untuk beribadah dan
mempercayai keberadaan Tuhannya. Anak melakukan ibadah dikarenakan
hanya berdasarkan proses imitasi, yaitu menirukan apa yang dilihatnya
serta didengar tanpa tahu esensi dari nilai ibadah tersebut.
Karena
pola berpikir anak masih sangat bersifat konkrit, hal sperti
kemuliaan menghafal Al-Qur’an, syafa’at-syafa’at, urgensi kitab
suci, dan hal-hal yang lainnya akan sulit dicerna oleh buah hati
anda. Selain itu, kita semua mengetahui bahwa dunianya yakni dunia
bermain. Itu sudah paten dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
Maka, oleh sebab itu dengan men-drill anak untuk menghafal kalamullah
dapat saja jadi akan ‘membunuh’ dunianya, dunia yang mutlak
diperlukan dan hanya diperoleh pada saat usia dini. Dampaknya,
beberapa aspek perkembangan anak seperti motorik, sosial, moral,
serta sebagainya akan mengalami keterlambatan disebabkan tuntutan
hafalan yang wajib dipenuhinya. Akan tetapi, bukan berarti menjadikan
buah hati hafal Al-Qur’an sejak dini merupakan suatu kesalahan.
Segala sesuatu bisa dilihat benar ataupun salah maupun baik atau
buruk menggunakan 2 hal, yaitu tujuan dengan cara memperolehnya. Jika
kedua hal itu dilaksanakan secara tepat, sehingga output atau hasil
akhir-nya akan menjadi lebih baik, begitu pula sebaliknya.
Maka
bisa disimpulkan, Jika ingin menjadikan bauh hati anda hafal
Al-Qur’an jangan pernah sekali-kali dilakukan dengan cara dipaksa.
Meyuruh anak untuk mengejar target hafalan, mengancam anak jika
hafalannya tidak tuntas, memasukkan anak ke lembaga hafidzh, atau
bahkan ke dalam pesantren tahfidzh adalah beberapa contoh ‘pemaksaan’
yang tidak cocok dengan perkembangan anak. Jadikanlah buah hati anda
menghafal kalam-kalam Allah memakai pembiasaan.
Contohnya
dengan cara meyetel murrotal di rumah setiap hari bisa menggunakan speaker Al-Qur'an, handphone ataupun komputer, maka lama kelamaan
anak akan mengikuti apa yang sering didengarnya. Atau ketika anak
sedang bermain dengan santai, bacakan ayat-ayat yang akan dihafalkan
secara berulang kali hingga dia menirukannya. Sebab saat anak
melakukan suatu hal dengan hati yang senang serta tidak merasa
terbebani, ia dapat dengan mudah menyimpan stimulus yang sudah
diterimanya dengan baik. Bahkan bisa saja ia tidak menyadari jika ia
sedang menghafal Al-Qur’an. Serta menjelang waktu tidur, ceritakan
kisah-kisah yang ada didalam Al-Qur’an untuk menarik simpati hati
anak sehingga ia bisa mencintai Al-Qur’an sepenuh hatinya.
Belum ada Komentar untuk "Hafal Al-Qur'an Sejak Dini, Baikkah?"
Posting Komentar